Menyeberangi Sungai Siak di Perawang

Kabupaten Siak, Riau, adalah daerah ditengah hutan Sumatra yang kaya potensi alam dan budaya. Di Kabupaten Siak terdapat cikal bakal kerajaan Melayu Riau, yaitu Kerajaan Siak. Pemerintah Riau juga mengoperasikan sumur-sumur minyak dari kontrak Chevron yang tidak dilanjutkan di bawah PT Bumi Siak Pusako, yang dikelola bersama dengan Pertamina (BOB). Di Siak ada pula mega perusahaan pulp yaitu PT Indah Kiat. Selebihnya, dikepung oleh hutan kelapa sawit baik yang dikelola pemodal besar maupun kecil. 

Yang unik dari kabupaten ini adalah dibelah oleh Sungai Siak di kecamatan Tualang Perawang, sungai yang sangat lebar dan konon terdalam di Indonesia. Akhir Tahun 2010, ini bukan lagi masalah karena akhirnya dibuat juga jemabatan Perawang yang menghubungkan wilayah tersebut.  Saya sempat menyeberangi sungai Siak menggunakan kapal ferry dari Pekanbaru menuju Siak. Sebenarnya ada alternatif, yaitu lewat Kerinci, yang saya lakukan ketika kembali ke Pekanbaru. Ternyata lewat Kerinci lebih parah karena jalan yang rusak berat sampai berkilo-kilo meter karena terlalu sering dilewati truk CPO, kayu dan kelapa sawit, tanpa pemeliharaan yang memadai.

Ferry ini disediakan gratis oleh pemerintah daerah. Sayangnya ferrynya hanya satu karena jalurnya memang cuma satu. Karena itu jika anda sedang sial, bisa menunggu antrian hingga berjam-jam lamanya, padahal menyeberangnya hanya perlu waktu sekitar 5-10 menit. Saya sendiri cukup beruntung “hanya” menunggu 2 jam. Antrian ini juga ada aturannya. Ambulance dan mobil polisi berhak menyalip, karena kedua jenis kendaraan ini selalu dikondisikan dalam keadaan emergency, mengingat pentingnya tugas mereka yaitu menyelamatkan nyawa dan menangani tindak kejahatan. Setelah itu diutamakan mobil BOB, mobil penumpang, baru truk barang. Sepeda motor bisa menyelip diantara mobil.

Namun demikian, tidak tampak rebutan antrian. Semuanya patuh diatur. Dalam keterbatasan, jika tidak ada saling pengertian, semua bisa rugi. Jika nahkoda tiba-tiba turun dari ferry dan istirahat, nah itu pertanda tambah lama lagi menunggu, karena itu berarti akan ada kapal besar yang lewat. Ferry harus mengalah menunggu kapal itu lewat dan menunggu arus kembali tenang setelah kapal itu lewat. Gelombang besar akibat lewatnya kapal itu berbahaya bagi keseimbangan ferry.

Untuk sepeda motor masih ada alternatif lagi yaitu naik kapal-kapal kecil yang berseliweran cukup banyak dengan membayar Rp 15.000,-.

Bagaimana rasanya? Deg-degan heheheee…. Tapi tak terlupakan. Saya sangat senang pernah mencobanya. Lain kali jika saya ke Siak lagi, akan mencoba jembatan Perawang, yang saya lihat di internet, sangat panjang.

Post a Comment

0 Comments